Blangpidie | ToA – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) membacakan tuntutan hukuman selama 192 bulan atau 16 tahun penjara terhadap Merah Ahmad (40 Tahun) warga Desa Lamkuta Kecamatan Blangpidie terdakwa kasus sodomi terhadap belasan anak di bawah umur di kabupaten itu pada persidangan di Mahkamah Syariah Tapaktuan.
Hal ini dikatakan Kepala Kejari Abdya, Abdul Kadir melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU), Muhammad Iqbal. SH yang ditemui di ruang kerjanya, Senin 13 Agustus 2018 malam.
“Tuntutan kami sudah saya bacakan bahwa terdakwa dipidana 192 bulan penjara atau 16 tahun penjara, dikurangi selama dia berada dalam tahanan,” kata Muhammad Iqbal.
Adapun pertimbangan pihaknya menjatuhkan tuntutan tersebut, kata Iqbal, lantaran perbuatan terdakwa berdampak buruk dalam jangka panjang terhadap korban dan perbuatan terdakwa dilakukan terhadap banyak anak di bawah umur, selain itu terdakwa juga merupakan aparat sipil negara dan guru mengaji yang harusnya memberikan keteladanan.
“Kalau hal-hal yang meringankan terdawa adalah dia mengakui perbuatannya dan mengaku meyesal. Atas fakta persidangan tersebut dan segala pertimbangannya kami menuntut terdakwa,” ujar Iqbal.
Iqbal menjelaskan, dalam kasus ini terdawa Merah Ahmad didakwa dengan dakwaan kumulatif (melakukan beberapa Tindak Pidana) dengan dakwaan ke satu pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang hukum Jinayah dan Dakwaan kedua Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 tentang Hukum Jinayah.
“Jadi atas fakta persidangan, menurut kami Penuntut Umum bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak atau Jarimah pemerkosaan terhadap anak (termasuk pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang hukum Jinayah) sebanyak 10 anak, dan terdakwa mengakuinya,” sebut Iqbal.
Lanjutnya, yang termasuk pasal Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 tentang Hukum Jinayah atau yang masuk pelecehan seksual korbannya berjumlah 4 anak baik dilakukan terdakwa dengan paksaan maupun bujuk rayu. Semua korban sudah diperiksa dalam persidangan termasuk dua saksi.
“Ada ahli yang juga kita periksa, yakni ahli (dokter) yang memeriksa visum, ahli Psikolog dan ahli Qanun. Alat bukti surat juga telah kita tuangkan dalam surat tuntutan,” terangnya.
Berdasarkan keterangan terdakwa, kata Iqbal, terdakwa mengakui bahwa ada melakukan sodomi terhadap korban dan membenarkan keterangan para korban di persidangan. Terdakwa mengaku melakukan hal itu didasari oleh nafsu.
“Terdakwa juga mengaku sedari kecil bernaluri seperti layaknya seorang perempuan. Terdakwa mengaku saat masih SMP dirinya pernah menjadi korban sodomi,” sebut Iqbal.
Ditegaskan Iqbal, bahwa dengan tuntutan 192 bulan atau 16 tahun penjara yang dijatuhkan pihaknya terhadap terdakwa menghapus stikma di masyarakat maupun di LSM pemerhati perlindungan perempuan dan anak yang menyebut Qanun ini tidak bisa memberatkan seorang pelaku.
“Jadi itu terhapus semua. Jadi Qanun ini juga bisa memberikan efek malu dan efek jera terhadap pelaku. Jadi dengan tuntutan kami ini saya berharap tidak ada lagi pernyataan bahwa kenapa Qanun, kasian korban, karena Qanun juga bisa memberatkan pelaku ini contohnya,” tegasnya.
Atas tuntutan tersebut, lanjut Iqbal, terdakwa langsung melakukan permohonan secara lisan kepada hakim dalam sidang setelah dibacakan tuntutan. Korban didepan majelis hakim mengakui semua perbuatannya dan memohon keringanan putusan.
“Atas permohonan tersebut kami menyatakan kepada majelis hakim tetap pada tuntutan kami. Putusannya semua hari, Kamis 16 Agustus 2018 nanti,”tegasnya.
Wakil ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Abdya, Yenny. S.pd didampingi Psikologi P2TP2A, Raihan Febriama DE.,SST. S.Psi daat dimintai tanggapan terkait putusan yang dijatuhkan JPU terhadap pelaku mengaku bahwa tuntutan JPU terhadap terdakwa sudah sangat tepat dan mengapresiasinya.
“Kita mengapresiasi tuntutan JPU. Tuntutan itu menurut kami sudah setimpal dengan perbuatannya. Kami mengapresiasi tuntutan JPU,” kata Yenny.
Dalam kesempatan ini, Yenny mengingatkan para orang tua di Abdya untuk terus meningkatkan kewaspadaan terhadap anak, terus memantau perkembangannya dan mengawasi lingkungannya dimanapun dia berada.
“Karena pelaku pelecehan seksual 90 persen pelakunya adalah orang terdekat,”tutupnya. [syam]