Foto: Mardha/ToA |
BANDA ACEH | ToA – Ribuan masyarakat Aceh larut dalam zikir akbar dan doa bersama kepada Muslim Rohingya, di halaman Masjid Raya Baiturrahman, Senin 13 November 2017. Doa masyarakat itu dipandu ulama Aceh, Waled Nurzahri.
Faisal Ali, Ketua Koordinator Aceh untuk Rohingya, menyebutkan bantuan yang diberikan merupakan wujud kepedulian masyarakat Aceh kepada warga Rohingya.
Masyarakat Aceh, kata Faisal merupakan mereka yang hidup dengan perekonomian yang pas-pasan. Tapi, kata Faisal Ali, semangat membantu masyarakat Aceh sangatlah luar biasa.
“Bahkan ada nenek-nenek yang memberikan telur asin dan dua kilo asam sunti. Kami membawa itu pada malam ini,” kata Faisal Ali.
Faisal mengatakan, pihaknya tidak menggunakan sedikit pun dana yang disumbangkan masyarakat Aceh. Hingga malam ini, telah terkumpul 2,2 miliar rupiah, yang sebagiannya sudah disalurkan melalui organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT).
“Target kita akan terkumpul Rp.5 miliar,” kata Faisal. Anggaran itu terkumpul dari sumbangan seperempat kabupaten dan kota yang dibentuk Koordinator Aceh untuk Rohingya atau SAUR. Faisal meyakini target anggaran akan tercapai mengingat masih banyak kabupaten yang belum terlibat dan tempo waktu pengumpulannya pun ditargetkan dalam setahun.
Sementara Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama Provinsi Aceh, Muslim Ibrahim, mengatakan berkumpulnya ribuan masyarakat Aceh untuk menyumbangkan doa kepada Muslim Rohingya merupakan pertanda keimanan masyarakat Aceh yang sangat kokoh.
“Orang yang beriman di mana pun bersaudara. Berkumpulnya kita sebagai cermin keimanan dan persaudaraan kita sebagai orang Islam,” kata Muslim Ibrahim.
Husaini Ismail, Ketua ACT, mengatakan bahwa bahwa ada ratusan ribu masyarakat Rohingya yang mengungsi di perbatasan antara Myanmar – Bangladesh. Di antara ratusan ribu itu, tercatat lebih dari 14 ribu yatim piatu. “Mereka setiap harinya mengantri makan nasi.”
Husaini Ismail, Ketua ACT, mengatakan bahwa bahwa ada ratusan ribu masyarakat Rohingya yang mengungsi di perbatasan antara Myanmar – Bangladesh. Di antara ratusan ribu itu, tercatat lebih dari 14 ribu yatim piatu. “Mereka setiap harinya mengantri makan nasi.”
Organisasi ACT, dilaporkan telah hadir di Myanmar sejak 2012 lalu. Namun sejak Agustus 2017, konflik yang terus meningkat membuat aktivis ACT harus keluar dari Myanmar dan memutuskan untuk membuka posko di Bangladesh. Dana yang terkumpul dari masyarakat dipergunakan untuk menanak nasi dengan kapasitas 10 ribu orang per hari.
“Kita juga akan membangun 2.000 shelter dan 2.000 rumah sementara. Sumbangan yang anda berikan akan kita salurkan langsung, juga untuk membangun masjid, madrasah dan asrama anak yatim,” kata Husaini Ismail. [ToA]