Foto: Heri Juanda/humas Aceh |
Gayo Lues | ToA – Badan Narkotika Nasional bersama beberapa kementerian dan Pemerintah Aceh melakukan penanaman kopi untuk mendukung program Grand Design Alternative Development di Kampung Agusen, Blangkjeren Gayo Lues, Senin 26 Februari 2018. Penanaman tanaman alternatif itu untuk memutus mata rantai tanaman ganja yang selama ini kerap ditanami masyarakat di kawasan pegunungan di Gayo Lues.
Wakil Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menyebutkan langkah BNN memberikan pilihan usaha produktif melalui pelatihan dan pemberdayaan bagi masyarakat itu, merupakan sebuah upaya yang patut diapresiasi. Langkah itu merupakan upaya memotong mata rantai peredaran narkoba di Aceh. Apalagi diketahui di beberapa lokasi seperti di Agusen Gayo Lues, narkoba jenis ganja banyak ditanami.
“Dengan mendekatkan mereka pada usaha produktif, kita dapat membantu mereka keluar dari bisnis ini (peredaran ganja),” ujar Wagub Nova. Pemerintah Aceh, ujar Nova, siap mendukung program tersebut sehingga secara perlahan bisnis ilegal narkoba di Aceh dapat diberantas.
Wagub juga mengajak masyarakat Gayo Lues untuk ikut mendukung program pemberdayaan tersebut. Apalagi tanaman pengganti yaitu kopi yang ditanam di Agusen cocok dengan iklim setempat.
“Keadaan iklim, pemasaran dan kualitas benih kopi di wilayah ini sangat mendukung,” kata Nova.
Pemerintah Aceh, ujar Wagub Nova, berkomitmen penuh memerangi narkoba. Bisnis narkoba sebagai bisnis yang menggiurkan harus dihilangkan. Penanaman kopi dan tanaman produktif lain harus dijadikan sebagai solusi pemberdayaan masyarakat ke arah yang lebih baik sehingga mereka tidak lagi terjerumus baik sebagai pengguna maupun pengedar narkoba.
“Kita harus sosialisasikan bahwa narkoba adalah hantu yang sangat mematikan,” kata Nova. “Perang melawan narkoba harus kita lakukan bersama.”
Kepala BNN Komjen Budi Waseso, menyebutkan narkotika adalah persoalan sangat serius, yang bukan hanya terjadi di Gayo Lues. Tercatat ada 10 ribu penyalahgunaan narkoba di Gayo. Buktinya, kata Buwas, ada dua kilogram sabu-sabu yang beredar setiap bulannya untuk di kawasan Gayo.
Data tahun 2016 lalu, dilaporkan ada 6,4 juta pengguna narkoba di seluruh Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan itu, per minggunya dibutuhkan 6 ton narkotika. “Dalam setahun ada 300 ton sabu-sabu yang dikonsumsi masyarakat Indonesia,” kata Budi Waseso.
Komjen Budi kembali memaparkan bahwa sabu-sabu produksi Cina di tahun 2016 beredar di Indonesia mencapai 250 ton. “Itu masih dari Cina saja. Kemarin kita tangkap 3 ton, dan angka itu belum sampai 10 persen dari peredaran sabu di Indonesia,” katanya. Angka itu mencatatkan lebih dari 250 triliun belanja narkoba beredar dan menghancurkan generasi Indonesia.
Karena itu, BNN mencanangkan program pemberdayaan masyarakat dengan memberikan bantuan bibit dan pembiayaan penanaman tanaman alternatif bagi masyarakat. Untuk kawasan Gayo Lues, pemilihan bibit kopi, karena kontur wilayah Gayo sangat memungkinkan untuk pengembangan perkebunan kopi.
Budi Waseso menyadari, selama ini para petani adalah korban. Mereka diperdaya pemilik modal, yang begitu ada permasalahan hukum, petanilah yang menerima sebab.
“Kita harus memikirkan bagaimana petani diberdayakan untuk menanam tanaman unggulan pengganti ganja. Program ini juga membantu pemerintah dalam rangka swasembada pangan,” kata Buwas.
Buwas berharap, program itu bisa terus berlanjut sehingga ketergantungan masyarakat akan ganja bisa hilang dan mereka nantinya bisa diarahkan menjadi petani kopi.
Sementara itu, Bupati Gayo Lues, Muhammad Amru, menyebutkan sedikitnya ada 900 masyarakat Gayo Lues berada di balik jeruji. Mereka dibui akibat terjerat kasus narkoba jenis ganja. Tak kurang juga ada 1.800 masyarakat menjadi buronan. Hal tersebut dikhawatirkan akan membuat generasi muda Gayo Lues tidak bisa lepas dari jerat narkoba.
Keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser bahkan dianggap sebagai sebuah bencana. Di mana, pengawasan yang kurang ketat dimanfaatkan masyarakat untuk menanam ganja.
“Kawasan kita sekarang ini adalah bekas ladang ganja. Ketika pelarangan penanaman ganja dan pengawasan kurang, masyarakat merambah kawasan hutan untuk ditanami ganja,” kata Amru.
kehadiran BNN yang menjadikan Kampung Agusen sebagai pilot project, kata Amru, harus dimanfaatkan masyarakat untuk mengubah kebiasaannya. Apalagi diketahui bahwa ada 20 ribu lahan hutan terbuka yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk menanam tanaman alternatif selain ganja. Zona itu, sebut Amru, bisa dijadikan sebagai lokasi tanaman kopi.
“Hutan sosial kemasyarakatan masih bisa kita kembangkan untuk dimanfaatkan untuk ditanami kopi,” kata Amru.
Selain tanaman kopi, Bupati Amru, meminta agar pemerintah bisa menyediakan bibit jernang. Kedua bibit itu, diyakini menjadi solusi mengubah kebiasaan masyarakat khususnya dari Kampung Agusen.
Irmawan, Anggota DPR RI, menyebutkan pihaknya di Senayan berkomitmen memberikan dukungan politik penuh untuk pemberantasan narkoba di Aceh. Pada umumnya, ujar Irmawan, masyarakat yang menanam ganja tahu bahwa perbuatan mereka adalah persoalan melawan hukum dan negara. Namun demikian, mereka tetap melakukan hal tersebut karena tidak ada pilihan pekerjaan lain.
“Saya pikir acara ini adalah solusi. Ketika mereka menemukan kegiatan lain yang bisa menghidupi mereka, saya yakin mereka akan meninggalkan kelakuan mereka,” kata Irmawan.
Irmawan berharap jajaran BNN dan pemerintah di tingkat pusat, provinsi hingga kabupaten-kota bisa melanjutkan program tersebut, dan memastikan program tersebut bisa terus berjalan. [ToA]