Ilustrasi |
Myanmar, TOA — Myanmar akan menolak masuk tim investigator PBB yang menyelidiki tuduhan pembunuhan, pemerkosaan dan penyiksaan oleh pasukan keamanan terhadap komunitas muslim Rohingya. Myanmar juga menolak bekerjasama dengan penyelidik PBB.
Tim investigator PBB dibentuk setelah sebuah resolusi Dewan Hak Asasi Manusia diadopsi pada bulan Maret lalu.
Myanmar yang secara de facto dipimpin peraih Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi sudah berkali-kali menyangkal tuduhan penindasan terhadap komunitas muslim Rohingya di negara bagian Rakhine. Tapi, bukti citra satelit, pengakuan korban yang kini mengungsi serta laporan para aktivis menyatakan sebaliknya.
“Jika mereka akan mengirim seseorang sehubungan dengan misi pencarian fakta, maka tidak ada alasan bagi kami untuk membiarkan mereka datang,” kata Kyaw Zeya, sekretaris permanen di Kementerian Luar Negeri Myanmar di Ibu Kota Naypyitaw, seperti dilansir Reuters, Jumat (30/6/2017).
”Misi kami di seluruh dunia diminta (jalankan instruksi),” lanjut dia, yang menjelaskan bahwa visa masuk ke Myanmar tidak akan diberikan kepada pimpinan atau staf misi penyelidik PBB.
Meskipun Suu Kyi secara de facto berkuasa di Myanmar setelah partainya memenangkan pemilu pada tahun lalu, dia tidak mengawasi sepak terjang militer negara tersebut.
Suu Kyi telah dikritik karena gagal membela lebih dari 1 juta muslim Rohingya tanpa kewarganegaraan di negara bagian Rakhine.
Dia saat perjalanan ke Swedia pada bulan ini, justru menyalahkan misi penyelidik PBB. “Misi PBB akan menciptakan permusuhan yang lebih besar di antara komunitas yang berbeda,” katanya.
Mayoritas di Rakhine adalah umat Buddha. Kelompok mayoritas Myanmar tersebut memandang warga Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh.
Sekitar 75.000 warga Rohingya melarikan diri dari negara bagian Rakhine ke Bangladesh barat akhir tahun lalu setelah tentara Myanmar melakukan operasi keamanan. Operasi militer itu sebagai respons atas serangan gerilyawan Rohingya yang menewaskan sembilan polisi perbatasan.
PBB dalam sebuah laporan yang diterbitkan Februari lalu mengatakan bahwa respons militer tersebut mencakup pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap kelompok Rohingya.
Laporan PBB yang salah satunya bersumber dari wawancara pengungsi Rohingya menyatakan bahwa “sangat mungkin” tindakan militer terhadap komunitas Rohingya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan diduga masuk kategori pembersihan etnis.
Myanmar, bersama dengan China dan India, menolak menyetujui resolusi Dewan HAM PBB yang diusung Uni Eropa. Resolusi itu sebagai dasar misi PBB untuk menyelidiki tuduhan penindasan yang terjadi Rakhine.
Indira Jaising, seorang advokat dari India, ditunjuk untuk memimpin misi tersebut pada bulan Mei. Dua anggota lainnya adalah pengacara Sri Lanka, Harvard Radhika Coomaraswamy dan konsultan Australia Christopher Dominic.
Myanmar menyatakan penyelidikan domestik yang dipimpin oleh mantan jenderal dan Wakil Presiden Myint Swe cukup untuk memeriksa tuduhan di Rakhine.
”Mengapa mereka mencoba menggunakan tekanan yang tidak beralasan ketika mekanisme domestik belum tuntas?” kata Kyaw Zeya. ”Ini tidak akan memberi kontribusi pada usaha kami untuk menyelesaikan masalah secara holistik,” imbuh dia. []