Banda Aceh – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh merancang Qanun tentang Pertambangan Minyak dan Gas Alam (Migas) Rakyat Aceh. Kelahiran aturan ini bertujuan membuat masyarakat sejahtera dan makmur dengan mengelola sendiri sumber daya alam di Aceh.
Rancangan qanun ini diusulkan Komisi III DPR Aceh yang membidangi keuangan, kekayaan Aceh, dan investasi. Dalam sidang paripurna, pada Kamis (2/9) sore, rancangan ini ditetapkan menjadi usul inisiatif DPR Aceh untuk selanjutnya dibahas bersama Pemerintah Aceh.
“Kami telah selesai proses penyiapan rancangan qanun ini yang terdiri atas 29 bab dan 53 pasal,” kata Juru Bicara Komisi III DPR Aceh, Martini.
Pembentukan qanun ini, kata dia, berkaca pada kekayaan sumber daya alam di Aceh yang telah menarik minat investasi banyak pihak. Namun, kekayaan itu ternyata dinilai belum dapat direngkuh langsung rakyat Aceh.
“Masyarakat masih hidup dalam keadaan miskin, bahkan jauh dari kata sejahtera,” tutur Martini.
Karena itu, kehadiran qanun ini diharapkan menjadi solusi supaya sumber daya alam, terutama minyak bumi dan gas alam, dapat dinikmati masyarakat sehingga bakal menghadirkan kesejahteraan dan kemakmuran. “Dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan hidup,” ujarnya.
Martini menjelaskan qanun itu berpijak pada Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki atau nota kesepahaman perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka dan Republik Indonesia di Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005.
Salah satu isi perjanjian damai itu adalah memberikan kewenangan khusus bagi Aceh dalam mengelola sumber daya alam terutama minyak bumi dan gas alam bersama pemerintah pusat.
Meski demikian, Martini menyebut qanun ini akan mengikuti landasan hukum terkait dan relevan yang berlaku di Aceh secara spesifik. “Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan, kemakmuran, dan derajat rakyat Aceh,” katanya.