Sebuah penelitian di AS mengungkapkan orang yang mengonsumsi banyak makanan cepat saji lebih mudah mengalami peningkatan berat badan dan obesitas. (Foto: Brian Chan via CNN Indonesia) |
JAKARTA | TOA — Sudah tidak bisa dipungkiri lagi, makanan cepat saji bersama faktor genetik, gaya hidup, kebiasaan diet dan olahraga yang buruk menjadi penyebab obesitas dan berbagai masalah kesehatan lainnya.
Meskipun begitu, saat ini berbagai makanan cepat saji seperti, burger, kentang goreng, ayam goreng, pizza, dan milkshake tidak hanya ditemukan di retoran fast food saja. Berbagai restoran dan kedai makanan mulai menjajakan menu-menu tersebut.
Dilansir dari The New York Times, sebuah penelitian yang diterbitkan oleh US National Library of Medicine dan National Institute of Health menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi banyak makanan cepat saji lebih mudah mengalami peningkatan berat badan dan menjadi obesitas.
Pakar nutrisi menunjukkan kekhawatiran pada prospek populasi yang terkena obesitas dan diabetes terus bertambah tanpa sumber medis yang memadai untuk mengatasi krisis kesehatan tersebut.
Penelitian lain yang didanai National institute of Health yang dilaksanakan di Singapura, menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi makanan cepat saji dua kali seminggu, 27 persen beresiko terkena diabetes tipe dua dan 56 persen meninggal karena serangan jantung, dibandingkan orang yang tidak mengonsumsi banyak makanan cepat saji.
Seiring dengan berkembangnya sebuah negara, maka restoran cepat saji atau fast food akan semangkin meningkat. Penjualan makanan cepat saji meningkat mulai 2010 hingga 2015 di negara yang secara ekonomi masih berkembang, seperti Indonesia, India, Vietnam, dan Afrika Selatan.
Selain di Asia, KFC dan perusahaan induknya YUM! dikabarkan juga berkembang pesat di Afrika. Mereka memiliki 850 gerai di seluruh sub-Sahara Afrika, seperti Angola, Tanzania, Nigeria, Uganda, Kenya, dan Ghana. Perusahaan ini tentu saja membawa rasa yang membuatnya populer di negara Barat dan tentu saja sebagai simbol asosiasi dengan makanan cepat saji dari negara-negara kaya.
Ghana, sebuah negara di pantai Afrika dengan penduduk lebih dari 28 juta berada di garis kemiskinan telah menikmati kemakmuran nasional selama dekade terakhir. Jutaan penduduk mulai pindah ke ibu kota untuk bekerja, pelbagai pusat perbelanjaan dibuka, dan restoran fast food siap menyambut orang yang lapar akan gaya hidup urban.
Di Accra, ibu kota Ghana dengan jumlah populasi penduduk terbanyak, kebiasaan diet dan makan mulai berubah. Sajian masakan berubah dari semur dan bubur menjadi nasi goreng dan cheetos. Pedagang pun memenuhi masakannya dengan ayam goreng yang dulunya hanya disajikan saat hari libur saja.
Mohinani Group ialah perusahaan yang memiliki semua franchise KFC yang berada di Ghana. KFC mulai membuka cabang di Afrika sejak awal tahun 1970.
Direktur Eksekutif Mohinani Group, Ashok Mohinani mengungkapkan ia melihat potensi dalam makanan cepat saji. Ia menginginkan KFC berubah dari makanan spesial menjadi makanan sehari-hari.
Seiring dengan tersebarnya KFC berbagai masalah kesehatan dan obesitas muai bermunculan. Pegawai kesehatan masyarakat memandang ayam goreng, kentang goreng, dan pizza memacu peningkatan obesitas global yang mengguncang Ghana, salah satu di antara 73 negara yang masalah obesitas terus meningkat sejak 1980.
Profesor University of Amsterdam, Charles Agyemang mengungkapkan bahwa KFC hanyalah satu faktor epidemi obesitas di Ghana dan menjadi representasi bagaimana masyarakat menyambutnya.
“Kau apa yang kau makan. Di beberapa tempat mengonsumsi makanan lokal tidak disukai. Orang-orang beranggapan bahwa yang bergaya Eropa ialah yang beradab. Ini memiliki pengaruh besar akan obesitas dan penyakit jantung,” ujarnya.
Data menunjukkan bahwa perubahan pola makan menjadi makanan cepat saji dan makanan olahan memberikan resiko besar pada kesehatan yang semakin parah daripada Amerika Serikat.
Dari tahun 1990 hingga 2015 kematian akibat berat badan, meningkat 179 persen di Ghana. Terlebih lagi pengobatan untuk tekanan darah tinggi di Ghana memiliki biaya yang mahal dan pasien lebih memilih untuk menabung. Asuransi kesehatan nasional juga tidak mencakup penyakit yang berhubungan dengan diet, seperti diabetes. Sistem kesehatan nasional pun tidak memiliki spesialis, ahli diet, dan dokter yang cukup.
Dosen dari University of Ghana, dokter Laar mengungkapkan kurangnya perawatan mengindikasikan bahwa orang-orang akan hidup dengan sindrom metabolik hingga akhirnya meninggal.
“Sudah biasa jika kau melihat seseorang pingsan dan meninggal,” ujarnya.
Pakar kesehatan juga mengungkapkan bahwa penduduk Ghana tidak memerhatikan data gizi. Ayam digoreng menggunakan minyak kelapa sawit, bahan yang sudah tidak digunakan di Inggris dan Amerika Serikat karena memiliki tingkat lemak jenuh yang tinggi.
“Kamu akan merasa ketagihan dengan bumbunya. Itulah mengapa semua orang ingin mencicipinya. Mereka tidak memaksa kami untuk makan di sini. Namun, seakan-akan kami diperbudak secara mental. Hal ini menggoda bahkan dengan tidak mengungkapkannya, membawamu pergi ke tempat yang tidak diinginkan,” ujar salah satu pelanggan, Joshua Edwards, seorang pastor yang selalu membeli ayam goreng KFC untuk lima anak yatim piatu. [CNN]