Banda Aceh – Para anggota DPR RI diminta untuk memperhatikan kekhususan Aceh dalam setiap menyusun Undang-Undang karena Aceh memiliki UU khusus, yaitu UU Nomor 44 Tahun 1999 dan UU Nomor 11 Tahun 2006, agar tidak terjadi konflik regulasi. Pernyataan itu disampaikan Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin dalam Rapat Kerja bersama Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat RI, dalam rangka reses masa persidangan III tahun sidang 2021-2022, di Gedung Serbaguna Setda Aceh, dua hari lalu.
“Kami berharap teman-teman di DPR RI setiap menyusun UU agar memperhatikan kekhususan Aceh, agar saat implementasi tidak terjadi ambiguitas. Karena konstitusi dasar kita tepatnya pada pasal 18b mengamanatkan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat istimewa dan khusus. Aceh, dalam hal ini memiliki 2 dasar, yaitu UU nomor 44 tahun 1999 dan UU nomor 11 tahun 2006,” kata Dahlan
Kader Partai Aceh itu menjelaskan, selama ini ketika proses legislasi yang dilakukan oleh DPRA bersama Pemerintah Aceh, pada proses fasilitasi dengan Kementerian Dalam Negeri, banyak terjadi dinamika, yang berujung pada tidak selesainya pembahasan.
Padahal, pada pasal 7 UUPA jelas disebutkan bahwa rencana pembentukan UU RI harus dengan konsultasi dan pertimbangan DPR Aceh. “Dan, ada Perpres juga yang mengatur bahwa rencana pembentukan UU RI yang menyangkut dengan Aceh harus dengan pertimbangan dan konsultasi dengan DPR Aceh,” imbuh Dahlan.
Selanjutnya, kata Dahlan, mekanisme dan tata cara konsultasi serta pertimbangan DPR Aceh diatur dalam tata tertib DPR RI.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Tim Reses DPR RI yang juga menjabat Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Fakih, berjanji akan segera menindaklanjuti hal tersebut, sebagai bentuk penghormatan atas perintah Undang-undang dan bentuk pengimplementasian kekhususan Aceh. []