Banda Aceh | ToA – Asisten I Setda Aceh, M. Jakfar, meminta kegiatan pengelolaan kawasan di perbatasan negara ditingkatkan. Hal tersebut diyakini bakal menyejahterakan masyarakat sekaligus menjamin kedaulatan wilayah di Indonesia.
“Sebagai wilayah perairan internasional, tentunya kita punya potensi dalam pengembangan perekonomian masyarakat sekaligus perlu antisipasi dalam aspek pertahanan dan keamanan,” kata Jakfar saat membuka Rapat Koordinasi Perbatasan Negara Tahun 2018, di Ruang Potensi Daerah Setda Aceh, Kamis 08/11/2018.
Dari Keputusan Presiden tentang penetapan pulau kecil terluar, Aceh punya 7 pulau dari keseluruhan 111 pulau kecil terluar Indonesia. Tujuh pulau itu adalah Pulau Simeulue Cut, Salaut Besar, Pulau Raya, Pulau Rusa, Pulau Batee Lheblah, Pulau Rondo dan Pulau Weh. Ke tujuh pulau yang terletak di Aceh Besar, Aceh Jaya, Sabang dan Simeulue itu berbatasan langsung dengan India, Thailand dan Malaysia.
Pulau Weh di Sabang, menjadi salah satu daerah dengan Pusat Kegiatan Strategis Nasional wilayah laut yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya. Kawasan itu punya arah pengembangan kepariwisataan yang digarap menjadi gerbang perekonomian Aceh.
Sementara kawasan terluar di Pulo Aceh merupakan kawasan kecamatan lokasi prioritas tahun 2018. Jakfar meminta Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) memberikan dukungan komprehensif agar program prioritas yang telah disusun itu dapat dilaksanakan sesuai ketentuan.
Jakfar mengatakan, pemerintah menggelar Rapat Koordinasi Perbatasan Negara untuk mengidentifikasi potensi wilayah, permasalahan dan perumusan program serta kegiatan dalam pengelolaan perbatasan negara. Titik fokus dari pengidentifikasian batas negara itu adalah untuk meningkatkan daya saing ekonomi berbagi keunggulan sumber daya serta infrastuktur pendukung daya saing perbatasan.
“Titik fokus selain itu juga terkait regulasi dan kerjasama perdagangan lintas batas, SDM dan iptek pendukung daya saing serta penegasan batas wilayah dan pemeliharaan batas,” kata Jakfar.
Senada dengan Jakfar, Kepala Biro Tata Pemerintahan Setda Aceh, Syakir, menyebutkan bahwa pertemuan yang diikuti oleh pemerintah kabupaten dan kecamatan dari Aceh Besar, Aceh Jaya, Sabang dan Simeulue itu diharapkan dapat mendukung penyelenggaran program pembangunan perbatasan di Aceh. Selainnya, pemerintah masing-masing daerah bisa menetapkan program pembangunan perbatasan yang realisasinya berdampak langsung bagi peningkatan perekonomian masyarakat.
Kawasan perbatasan negara di Aceh merupakan kawasan beranda depan yang paling berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum. Di perairan Aceh, sering terjadi praktik illegal fishing, masuknya lalulintas pencari suaka maupun tindakan kriminal lain. Karena itu, aktifitas perekonomian harus dihidupkan sehingga masyarakat yang tinggal di perbatasan negara terlibat dalam merawat dan menjaga kedaulatan negara.
Amrullah Muhammad Ridha dari BNPP, menyebutkan kebijakan batas negara saat ini berbeda dengan masa lalu. Dulunya, tentara yang ditempatkan menjaga tapal batas, namun kini tentara ditarik ke batas ke dua, sementara aktifitas utama di perbatasan adalah menghidupkan perekonomian di garis batas.
“Pertajam lagi program peningkatan aktifitas di perbatasan terkait peningkatan ekonomi masyarakat,” kata Amrullah. [ToA]