|
Banda Aceh – Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sepakat dan menerima serta akan menindaklanjuti seluruh rekomendasi Koalisi Masyarakat Sipil Aceh untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan.
Penegasan tersebut disampaikan oleh pria yang akrab disapa Bang Wandi itu, saat menerima kunjungan Koalisi Masyarakat Sipil Aceh untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan, di Ruang Kerja Meuligoe Gubernur Aceh, Jum’at (11/5/2018) pagi.
“12 rekomendasi yang telah disampaikan tadi ideal dan akan segera kami tindak lanjuti,” tegas Gubernur.
Dalam kesempatan tersebut, Irwandi juga menyampaikan apresiasi atas kunjungan dan penyampaian rekomenasi dari Koalisi Masyarakat Sipil Aceh untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan ini.
“Saya apresiasi kunjungan ini. menurut saya lebih produktif seperti ini, kita duduk bersama, saya mendapatkan kritik dan masukan dari teman-teman semua. Ke depan harus lebih sering lagi kita duduk seperti ini agar saya mendapatkan masukan langsung,” kata Gubernur.
Sebelumnya, koalisi yangg terdiri atas Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Gerakan Anti Korupsi (GerAK)Aceh, Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh, YLBHI-LBH Banda Aceh, Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), Bina Rakyat Sejahtera (BITRA) dan Forum Lembaga Swadaya Masyarakat Aceh (Forum LSM Aceh), dalam presentasinya menyampaikan 12 rekomendasi kepada Gubernur.
Rekomendasi tersebut adalah hasil dari kerja bersama yang dilakukan oleh koalisi ini Sejak tahun 2016, yang bertujuan untuk mendorong perbaikan pengelolaan sumberdaya alam dan tata kelola hutan dan lahan di Bumi Serambi Mekah.
Berdasarkan catatan Koalisi Masyarakat Sipil Aceh untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan, masih banyak kasus lingkungan hidup terutama terkait tata kelola hutan dan lahan yang belum terselesaikan dengan tuntas.
“Hal ini akan berdampak serius terhadap kerusakan hutan dan lahan, hilangnya wilayah kelola rakyat dan kriminalisasi warga,” ujar Mustiqal, Direktur LBH Banda Aceh.
Beberapa persoalan yang masih terjadi terkait tata kelola hutan dan lahan, di antaranya pertambangan ilegal, konflik dan sengketa lahan, pencemaran limbah oleh perusahan kelapa sawit dan batubara lemahnya transparansi perizinan sektor kehutanan dan lahan, lemahnya penegakan hukum dan beberapa persoalan lainnya.
12 rekomendasi Koalisi Masyarakat Sipil Aceh untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan kepada Gubernur Aceh adalah menertibkan dan mencari solusi terhadap pertambangan emas ilegal di Aceh serta melakukan rehabilitasi kawasan hutan, sungai dan kawasan permukiman yang rusak akibat kegiatan ilegal tersebut.
Memberi sanksi tegas kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan pencemaran limbah serta tidak patuh terhadap izin.membentuk dan menerbitkan SK Tim Peninjauan Kembali (PK) sehingga tahapan menuju revisi Qanun nomor 19 tahun 2013 tentang RTRW Aceh dapat segera dilakukan.
Selanjutnya, Membatalkan rencana pembangunan proyek energi yang berada dalam kawasan hutan. Melanjutkan Taskforce pencegahan dan penegakan hukum lingkungan hidup terpadu di Aceh. Menetapkan tim kelompok kerja perhutanan sosial (Pokja PPS)
Melakukan review izin perkebunan kelapa sawit sebagai perwujudan kewenangan Pemerintah Aceh berdasarkan UUPA. Menindaklanjuti hasil Rakor Hutan Adat di Jakarta pada bulan Februari dalam rangka mempercepat proses penetapan hutan adat.
Melakukan audit terhadap keberadaan PT Aceh Nusa Indrapuri dan segera mengembalikan tanah adat yang diklaim masuk dalam areal konsesi perusahaan tersebut kepada Kabupaten Aceh Besar dan Pidie.
Membentuk tim evaluasi perkebunan kelapa sawit yang merupakan amanat tindak lanjut dari Instruksi Gubernur nomor 5 tahun 2017 tentang perpanjangan Moratorium Izin Prinsip Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing bidang usaha perkebunan kelapa sawit di Aceh.
Membentuk tim guna melakukan review Izin Usaha Pertambangan (IUP) sebagai upaya monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan perpanjangan moratorium IUP sebagaimana Instruksi Gubernur Aceh nomor 05/INSTR/2017 tentang perpanjangan moratorium IUP mineral, logam danbatubara.
Terakhir, koalisi LSM ini merekomendasikan agar Gubernur Aceh menerbitkan SK Pencabutan/dan atau pengakhiran terhadap 108 IUP yang telah dicabut/dan atau berakhir, sekaligus melakukan proteksi terhadap luas lahan/hutan yang dikembalikan fungsinya kepada negara, yaitu seluas 685.646,31 hektar. []